SELAMAT DATANG DI BLOG MTs - MA MIFTAHUL ULUM BANTAL - ASEMBAGUS 68373 = = = = e-mail : mif_ulum@ymail.com ==== Terimakasih

Jumat, 18 Mei 2012

FORMULIR TAPEL 2012 - 2013

PONDOK PESANTREN SALAFIYAH SYAFI’IYAH IBRAHIMY 
MADRASAH TSANAWIYAH MIFTAHUL ULUM ASEMBAGUS 
STATUS TERAKREDITASI A
 Jl. Raya Bantal Telp. (0338) 453773 Bantal – Asembagus – Situbondo
 e-mail : mif_ulum@ymail.com / www.mts-ma.blogspot.com 

                                                                                                                                             Untuk Panitia

 FORMULIR PENDAFTARAN  PENERIMAAN SISWA BARU 
TEMPAT PENDAFTARAN 
MADRASAH TSANAWIYAH MIFTAHUL ULUM ASEMBAGUS 
                           Jl. Raya Bantal Telp. (0338) 453773 Bantal – Asembagus – Situbondo 
==========================================================================
1. Nomor Pendaftaran    : …………………………………………….............................
2. Nama calon siswa      : ……………………………………………................ .............
3. Tempat Tanggal Lahir : ……………………………………………................ ............
4. Nama Orang Tua       : a. Ayah : a. ................................................................................ 
                                       b. Ibu : b. ............................................................................... ..
5. Alamat rumah            : …………………………………………..................................
 6. Pekerjaan orang tua  : ................................................................................... .............
7. Asal sekolah/Madrasah : .................................................................................... .........
Pernyataan : Dengan ini saya menyatakan akan menerima dan tunduk kepada keputusan panitia penerimaan siswa baru. 


Mengetahui/menyetujui                                                                       Bantal,………………..........2012 
Orang Tua/Wali,                                                                                Yang bersangkutan, 



(____________________)                                                                (________________________) 

……………………………………………………………………………………………………Cut

                                                                                                                                       Untuk Pendaftar 

Madrasah Tsanawiyah Miftahul Ulum Asembagus 
1. Nomor Pendaftaran        : ……………………………………….................... 
2. Nama Calon Siswa        : ................................................................................ 
3. Asal Sekolah/Madrasah : ................................................................................ 


                                                                                                                            Panitia PSB, 


                                                                                                               ((IBNU RUSLAN NZ, S.Hum.)) 
Keterangan : Tanda peserta ini digunakan untuk mendaftar ulang 


++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

PONDOK PESANTREN SALAFIYAH SYAFI’IYAH IBRAHIMY 
MADRASAH ALIYAH MIFTAHUL ULUM 
BANTAL - ASEMBAGUS - SITUBOONDO
STATUS TERAKREDITASI B
 Jl. Raya Bantal Telp. (0338) 453773 Bantal – Asembagus – Situbondo
 e-mail : mif_ulum@ymail.com / www.mts-ma.blogspot.com 

                                                                                                                                             Untuk Panitia

 FORMULIR PENDAFTARAN  PENERIMAAN SISWA BARU 
TEMPAT PENDAFTARAN 
MADRASAH ALIYAH MIFTAHUL ULUM BANTAL - ASEMBAGUS 
                           Jl. Raya Bantal Telp. (0338) 453773 Bantal – Asembagus – Situbondo 
==========================================================================
1. Nomor Pendaftaran    : …………………………………………….............................
2. Nama calon siswa      : ……………………………………………................ .............
3. Tempat Tanggal Lahir : ……………………………………………................ ............
4. Nama Orang Tua       : a. Ayah : a. ................................................................................ 
                                       b. Ibu : b. ............................................................................... ..
5. Alamat rumah            : …………………………………………..................................
 6. Pekerjaan orang tua  : ................................................................................... .............
7. Asal sekolah/Madrasah : .................................................................................... .........
Pernyataan : Dengan ini saya menyatakan akan menerima dan tunduk kepada keputusan panitia penerimaan siswa baru. 


Mengetahui/menyetujui                                                                       Bantal,………………..........2012 
   Orang Tua/Wali,                                                                                          Yang bersangkutan, 



(____________________)                                                                (________________________) 

……………………………………………………………………………………………………Cut

                                                                                                                         ;              Untuk Pendaftar 

Madrasah Aliyah Miftahul Ulum Banta Asembagus 
1. Nomor Pendaftaran       : ……………………………………….................... 
2. Nama Calon Siswa        : ................................................................................ 
3. Asal Sekolah/Madrasah : ................................................................................ 


                                                                                                                            Panitia PSB, 


                                                                                                               (IBNU RUSLAN NZ, S.Hum.) 
Keterangan : Tanda peserta ini digunakan untuk mendaftar ulang 

BROSUR MTs - MA & Formulir Pendaftaran Siswa Baru 2012-2013

__________________________________________________________________________________________________________________________________ ==================================================================================================================================
================================================================================================================================ ________________________________________________________________________________________________________________________________

Nahdlatul Ulama (NU)

Pembentukan : 31 Januari 1926 Jenis : Organisasi Tujuan : Keagamaan dan sosial (Islam) Kantor pusat : DKI Jakarta, Indonesia Wilayah layanan : Indonesia Keanggotaan : 30 juta[rujukan?] Rais Aam Syuriah : K.H. M. Ahmad Sahal Mahfudz Ketua Umum Tanfidziyah : Dr. K.H. Said Aqil Siradj, MA Situs web : www.nu.or.id (situs resmi) Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama atau Kebangkitan Cendekiawan Islam), disingkat NU, adalah sebuah organisasi Islam besar di Indonesia. Organisasi ini berdiri pada 31 Januari 1926 dan bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi. • Sejarah Masjid Jombang, tempat kelahiran organisasi Nahdlatul Ulama Keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, telah menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan "Kebangkitan Nasional". Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana - setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan. Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon kebangkitan nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan "Nahdlatul Fikri" (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota. K.H. Hasyim Asy'arie, Rais Akbar (ketua) pertama NU. Berangkan komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kyai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar. Untuk menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik. Paham keagamaan NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung mengikuti mazhab: imam Syafi'i dan mengakui tiga madzhab yang lain: imam Hanafi, imam Maliki,dan imam Hanbali sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di bawah. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat. Gagasan kembali kekhittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran ahlussunnah wal jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskankembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU. Daftar pimpinan Berikut ini adalah daftar Ketua Rais Aam (pimpinan tertinggi) Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama: No Nama Awal Jabatan Akhir Jabatan 1 KH Mohammad Hasyim Asy'arie 1926 - 1947 2 KH Abdul Wahab Chasbullah 1947 - 1971 3 KH Bisri Syansuri 1972 - 1980 4 KH Muhammad Ali Maksum 1980 - 1984 5 KH Achmad Muhammad Hasan Siddiq 1984 - 1991 6 KH Ali Yafie (pjs) 1991 - 1992 7 KH Mohammad Ilyas Ruhiat 1992 - 1999 8 KH Mohammad Ahmad Sahal Mahfudz 1999 - Sekarang Basis pendukung Dalam menentukan basis pendukung atau warga NU ada beberapa istilah yang perlu diperjelas, yaitu: anggota, pendukung atau simpatisan, serta Muslim tradisionalis yang sepaham dengan NU. Jika istilah warga disamakan dengan istilah anggota, maka sampai hari ini tidak ada satu dokumen resmipun yang bisa dirujuk untuk itu. Hal ini karena sampai saat ini tidak ada upaya serius di tubuh NU di tingkat apapun untuk mengelola keanggotaannya. Apabila dilihat dari segi pendukung atau simpatisan, ada dua cara melihatnya. Dari segi politik, bisa dilihat dari jumlah perolehan suara partai-partai yang berbasis atau diasosiasikan dengan NU, seperti PKBU, PNU, PKU, Partai SUNI, dan sebagian dari PPP. Sedangkan dari segi paham keagamaan maka bisa dilihat dari jumlah orang yang mendukung dan mengikuti paham kegamaan NU. Maka dalam hal ini bisa dirujuk hasil penelitian Saiful Mujani (2002) yaitu berkisar 48% dari Muslim santri Indonesia. Suaidi Asyari[1] memperkirakan ada sekitar 51 juta dari Muslim santri Indonesia dapat dikatakan pendukung atau pengikut paham keagamaan NU. Jumlah keseluruhan Muslim santri yang disebut sampai 80 juta atau lebih, merupakan mereka yang sama paham keagamaannya dengan paham kegamaan NU. Namun belum tentu mereka ini semuanya warga atau mau disebut berafiliasi dengan NU. Berdasarkan lokasi dan karakteristiknya, mayoritas pengikut NU terdapat di pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatra. Pada perkembangan terakhir terlihat bahwa pengikut NU mempunyai profesi beragam, meskipun sebagian besar di antara mereka adalah rakyat jelata baik di perkotaan maupun di pedesaan. Mereka memiliki kohesifitas yang tinggi, karena secara sosial ekonomi memiliki problem yang sama, serta selain itu juga sama-sama sangat menjiwai ajaran ahlus sunnah wal jamaah. Pada umumnya mereka memiliki ikatan cukup kuat dengan dunia pesantren yang merupakan pusat pendidikan rakyat dan cagar budaya NU. Basis pendukung NU ini cenderung mengalami pergeseran. Sejalan dengan pembangunan dan perkembangan industrialisasi, maka penduduk NU di desa banyak yang bermigrasi ke kota memasuki sektor industri. Maka kalau selama ini basis NU lebih kuat di sektor petani di pedesaan, maka saat di sektor buruh di perkotaan, juga cukup dominan. Demikian juga dengan terbukanya sistem pendidikan, basis intelektual dalam NU juga semakin meluas, sejalan dengan cepatnya mobilitas sosial yang terjadi selama ini. Belakangan ini NU sudah memiliki sejumlah doktor atau magister dalam berbagai bidang ilmu selain dari ilmu ke-Islam-an baik dari dalam maupun luar negeri, termasuk negara-negara Barat. Namun para doktor dan magister ini belum dimanfaatkan secara maksimal oleh para pengurus NU hampir di setiap lapisan kepengurusan NU. Organisasi Tujuan Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah waljama'ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Usaha 1. Di bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan. 2. Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.Hal ini terbukti dengan lahirnya Lembaga-lembaga Pendidikan yang bernuansa NU dan sudah tersebar di berbagai daerah khususnya di Pulau Jawa. 3. Di bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan. 4. Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.Hal ini ditandai dengan lahirnya BMT dan Badan Keuangan lain yang yang telah terbukti membantu masyarakat. 5. Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas. NU berusaha mengabdi dan menjadi yang terbaik bagi masyrakat. Struktur 1. Pengurus Besar (tingkat Pusat). 2. Pengurus Wilayah (tingkat Propinsi), terdapat 33 Wilayah. 3. Pengurus Cabang (tingkat Kabupaten/Kota) atau Pengurus Cabang Istimewa untuk kepengurusan di luar negeri, terdapat 439 Cabang dan 15 Cabang Istimewa. 4. Pengurus Majlis Wakil Cabang / MWC (tingkat Kecamatan), terdapat 5.450 Majelis Wakil Cabang. 5. Pengurus Ranting (tingkat Desa / Kelurahan), terdapat 47.125 Ranting. Untuk Pusat, Wilayah, Cabang, dan Majelis Wakil Cabang, setiap kepengurusan terdiri dari: 1. Mustasyar (Penasihat) 2. Syuriyah (Pimpinan tertinggi) 3. Tanfidziyah (Pelaksana Harian) Untuk Ranting, setiap kepengurusan terdiri dari: 1. Syuriyah (Pimpinan tertinggi) 2. Tanfidziyah (Pelaksana harian) Lembaga Merupakan pelaksana kebijakan NU yang berkaitan dengan suatu bidang tertentu. Lembaga ini meliputi: 1. Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) 2. Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (LP Ma'arif NU) 3. Lembaga Pelayanan Kesehatan Nahdlatul Ulama ( LPKNU ) 4. Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) 5. Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LP2NU) 6. Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) 7. Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU) 8. Lembaga Takmir Masjid Indonesia (LTMI) 9. Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia NU 10. Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (SARBUMUSI) 11. Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) 12. Lajnah Bahtsul Masail (LBM-NU) Lajnah Merupakan pelaksana program Nahdlatul Ulama (NU) yang memerlukan penanganan khusus. Lajnah ini meliputi: 1. Lajnah Falakiyah (LF-NU) 2. Lajnah Ta'lif wan Nasyr (LTN-NU) 3. Lajnah Auqaf (LA-NU) 4. Lajnah Zakat, Infaq, dan Shadaqah (Lazis NU) Badan Otonom Merupakan pelaksana kebijakan NU yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu. Badan Otonom ini meliputi: 1. Jam'iyyah Ahli Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyah 2. Muslimat Nahdlatul Ulama 3. Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) 4. Fatayat Nahdlatul Ulama 5. Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) 6. Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) 7. Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) 8. Ikatan Pencak Silat Pagar Nusa (IPS Pagar Nusa) 9. Jami'iyyatul Qurro wal Huffadz (JQH) NU dan politik Pertama kali NU terjun pada politik praktis pada saat menyatakan memisahkan diri dengan Masyumi pada tahun 1952 dan kemudian mengikuti pemilu 1955. NU cukup berhasil dengan meraih 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante. Pada masa Demokrasi Terpimpin NU dikenal sebagai partai yang mendukung Sukarno. Setelah PKI memberontak, NU tampil sebagai salah satu golongan yang aktif menekan PKI, terutama lewat sayap pemudanya GP Ansor. NU kemudian menggabungkan diri dengan Partai Persatuan Pembangunan pada tanggal 5 Januari 1973 atas desakan penguasa orde baru. Mengikuti pemilu 1977 dan 1982 bersama PPP. Pada muktamar NU di Situbondo, NU menyatakan diri untuk 'Kembali ke Khittah 1926' yaitu untuk tidak berpolitik praktis lagi. Namun setelah reformasi 1998, muncul partai-partai yang mengatasnamakan NU. Yang terpenting adalah Partai Kebangkitan Bangsa yang dideklarasikan oleh Abdurrahman Wahid. Pada pemilu 1999 PKB memperoleh 51 kursi DPR dan bahkan bisa mengantarkan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden RI. Pada pemilu 2004.

“ Menimba Ilham Vitalitas dari Nilai Pesantren “

Taushiyah - D. Zawawi Imron AKHIR-AKHIR INI, sulitnya sebagian masyarakat mencari makan, persaingan hidup yang tidak sehat, dan lapangan kerja yang sempit serta masa depan yang tidak jelas. Kondisi tersebut bisa membentuk atmosfer kehidupan yang tidak memberi kesempatan kepada sebagian masyarakat untuk berpikir lapang dan jernih. Timbullah gejala manusia yang kehilangan jati diri. Pertanyaannya, bersalahkah orang-orang ini bila jiwa mereka menjadi oleng dan kemudian bertingkah yang bukan-bukan? Jawabnya: tetap bersalah. Namun, kalau kita berpikir lebih bijak dan adil, sistem yang menciptakan atmosfer serba sulit itu jelas tidak bisa cuci tangan. Hal ini diungkit bukan sekadar untuk memperbanyak jumlah tergugat, meskipun tidak untuk diadili, melainkan untuk mengejar sampai sejauh mana akar permasalahan krisis bisa dibaca dan dicarikan solusi. Toh, dongeng lama kakek moyang juga mengajarkan hal itu. Ketika seekor anak garangan --sebangsa musang-- mati diinjak kijang, laba-laba yang sedang merajut jala pun juga dipersalahkan. Pasalnya, kijang itu lari kencang sampai menginjak anak garangan gara-gara takut terjerat jaring laba-laba. Dongeng memang bukan sebuah petunjuk yang harus dilaksanakan seperti undang-undang. Dongeng hanyalah sejenis refleksi kultural dalam bentuk sastra tutur. Akan tetapi, bagi orang yang berpikir dengan kaca mata budaya, dari cerita itu bisa ditemukan sejenis “arah” yang memang tidak teramat jelas. Orang yang berpikir jernih akan mengembangkan ketidakjelasan itu untuk mengenal dan menelusuri hakikat kehidupan dan berupaya untuk mengejar makna-makna baru, serta mengembangkannya untuk menemukan arah hidup yang lebih indah. Dengan demikian, dongeng menyuruh orang menjadi “nyalang” melihat dengan pikiran yang visioner sembari bertanya ihwal mengapa orang berbuat sesuatu, dan bertanya, ada apa di balik sesuatu? Mengapa orang merusak dan berbuat jahat, dan siapa yang menyebabkan ia merusak? Hukum tentu tetap harus berlaku dan bicara dengan suatu keadilan. Selain itu, mesti diingat bahwa hukuman tidak menjamin orang menjadi jera untuk mengulang kejahatan lagi. Mengapa? Mungkin karena penyebab atau “biang” dari tindak kejahatan tidak ikut diberantas. Hamba hukum dan seluruh anggota masyarakat dalam era modern diminta kejeliannya untuk mengawasi dan menemukan “biang” itu. Biang di sini tidak selalu provokator, siapa tahu masih ada biang lain yang tidak kalah lihai ketimbang setan, yakni the invisible hands. Awas dan waspada tentu tidak sama dengan berburuk-sangka (su’uzh-zhann). Di samping itu, perlu juga diwaspadai biang-biang lain berupa realitas kegetiran dan atmosfer sumpek yang membuat orang megap-megap untuk bernafas dan membuat nestapa kemanusiaan menjadi komunal yang lalu tak terbendung. Bagaimana disharmoni sosial tak akan meluas bila selama sekian puluh tahun timpang, di samping religiositas (rasa takwa) yang makin dangkal (ekstrinsik). Kesenian hanyalah hiburan yang tak punya muatan substansi kemanusiaan. Simpati dan empati pada sesama manusia menjadi kering kerontang. Itulah hidup nafsi-nafsi, yang menjadi salah satu sumber krisis. Kebingungan akan menemukan peluang dalam bentuk yang mengerikan. Demonstrasi di kota-kota berlangsung hampir tiap hari. Korupsi menjadi berita koran meskipun koruptornya tidak dihukum, karena konon tidak cukup bukti. Orang miskin masih banyak jumlahnya. Betulkah ini adalah korban dari modernisasi yang tidak selalu steril dari virus-virus? Entahlah! Tetapi, ada ucapan menarik dari Peter L. Berger, sosiolog humanis murid Max Weber, yang berpendapat bahwa, modernisasi bekerja seperti palu raksasa yang menggusur lembaga-lembaga, struktur, dan nilai-nilai tradisional. Bila memang demikian, modernisasi yang tidak mempertimbangkan kelayakan, bahkan dipaksakan, bisa saja dituduh sebagai biang. Reformasi pun, saya kira, tidak banyak berbeda dari modernisasi bila sudah tidak menghormati kemanusiaan dan kebersamaan dan bisa saja kebablasan ibarat mobil yang ngeslong karena remnya blong. Barangkali, kini sudah saatnya kita untuk mengembangkan kasih sayang kepada seluruh umat. Rasa kemanusiaan perlu minum penghayatan yang mendalam pada penderitaan manusia. Cinta kemanusiaan itu telah dicanangkan oleh Rasulullah, “Tidak beriman seorang kamu sehingga mencintai saudaramu sebagaimana mencintai dirimu sendiri.” Inilah nilai-nilai, yang memandu persaudaraan, cinta, kebersamaan, tolong-menolong, kedamaian, persamaan dan nilai-nilai. Krisis multidimensi tidak bisa diselesaikan sendiri. Kita harus bahu-membahu dengan persaudaraan yang intens. Ilmu apa saja, tanpa mewujudkan kebersamaan dan persaudaraan, sulit untuk menyelesaikan krisis. Dalam hal ini, puisi, karya sastra serta karya seni lainnya bisa membantu untuk memberikan kesadaran untuk mengupayakan kehidupan yang layak dengan jiwa yang jernih dan akal sehat. Suara sastra memang bukan suara umum dan resmi. Sastra adalah suara particular. Namun karena itu, daya kreatif pengarang dipertaruhkan untuk menyajikan suara dan nilai baru. Karena particula-nya itu ia memberi kesegaran-kesegaran baru dan memberi inspirasi bagi seseorang atau beberapa kelompok manusia yang jiwanya memang dahaga terhadap minuman sastra. Dengan demikian, sang seniman tidak menyuguhkan barang yang laris di pasaran yang mengarang karya karena latah, tapi benar-benar menyuguhkan sesuatu yang lain dari yang lain, baru dan otentik. Cuma diharapkan mampu menjadi sejenis sepercik embun yang menyegarkan tanaman. Dengan demikian, puisi yang baik akan punya peran untuk memandu ke arah pendalaman hati nurani, ketajaman sensibilitas kemanusiaan, yang otomatis akan menolak jiwa kasar serta pendangkalan rohani. Karena itu, kegiatan apresiasi puisi selain menjadi bagian dan gairah kebudayaan, sekaligus bisa bersinergi dengan agama dalam membentuk sikap yang santun dalam segala hal, dan budi perkerti mulia tanpa kebencian. Budi perkerti mulia itulah yang membedakan antara manusia dengan binatang. Kehadiran agama Islam dan Nabi Muhammad sebagai “rahmat” bagi dunia dan kemanusiaan, meminta dukungan umat Islam sebagai “pengamal” atau “pelaku” karena agama Islam itu adalah agama amal. Orang akan dinilai saleh karena perbuatan baiknya. Hidup tanpa amal dan perbuatan yang baik adalah sia-sia. Minus. Nonsens. Tidak bernilai. Hidup yang tidak bermanfaat seperti itu, dalam budaya apa pun memang tak punya nilai. Maka bahasa agama yang konkret adalah bahasa tindak-tanduk dan perbuatan. Kasih sayang Allah yang selalu kita kumandangkan melalui lidah, kita lanjutkan dengan terjemahannya dalam bahasa yang nyata, yaitu bahasa perbuatan. Inilah kunci pendidikan pesantren, berupa bahasa nyata “akhlaqul karimah,” yang dimulai oleh para pengasuh dengan “uswatun hasanah”. Pendidikan budi pekerti tanpa keteladanan melahirkan pertanyaan, “Bagaimana tongkat yang bengkok bisa menimbulkan bayangan yang lurus?” Itulah yang dilakukan oleh para wali dalam membentuk karakter santri yang berbudi dan berbudaya. Kemudian diteruskan oleh para ulama yang meniru metode Rasulullah SAW tidak menyuruh orang lain berbuat baik sebelum beliau melaksanakan terlebih dahulu. Budayawan sekelas WS Rendra, menggambarkan bahwa para ulama pesantren disebut “Empu yang bermukim di atas angin”, yaitu yang mengutamakan budaya akal sehat, dan sanggup memberi inspirasi bagi rakyat jelata untuk tahu akan hak-haknya dan selalu siap membela kebenaran secara kesatria. Tradisi dan nilai-nilai pesantren yang masih relevan dengan zaman harus tetap dirawat dan dilaksanakan, sedangkan yang tidak sesuai dengan dinamika kehidupan sekarang perlu ditinggalkan. Di samping itu perlu dengan selektif menerima dan mengadopsi niali-nilai baru yang bisa memperkuat dan memperkaya cakrawala kehidupan pesantren masa kini. Bahasa nyata atau bahasa perbuatan itu sebagai tanda bukti kelahiran dan kehadiran yang tidak sia-sia. Norma-norma atau nilai-nilai itu tidak akan ada maknanya jika tidak dilaksanakan dalam perbuatan nyata. Jadi, manusia hadir ke dunia dengan akal sehatnya, punya tugas untuk mewujudkan nilai-nilai mulia itu bukan sekadar nilai abstrak yang nyaris tidak ada maknanya. Nilai-nilai itu akan menyatu dengan makna menjadi kemuliaan yang nyata, yaitu konkretnya nilai-nilai yang diangkat dan diwujudkan menjadi kenyataan, bukan sekadar sebagai pengetahuan, ilmu dan wacana. Kata yang bernilai baik, yang cuma diucapkan, diwacanakan, dan diajarkan, tapi tidak dilaksanakan oleh yang mengucapkannya, di dalam Islam dianggap sebagai penyelewengan besar. Kata Allah, “Dosa besar kepada Allah, kamu yang hanya mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” Firman di atas sangatlah benar, buat apa bicara kalau antara yang diucapkan dengan perbuatannya tidak sesuai. Lain di mulut lain pula pada tindakan nyata. Ada ungkapan dari tanah Bugis yang berbunyi, “Daemi natotau mulaita gauk ruapitta janci,” yang menurut terjemahan Prof. Dr. A. Zainal Abidin Farid berbunyi, “hanya kata-kata yang menjadikan kita manusia, yaitu sesuainya kata dengan perbuatan dan menepati janji.” Ketika seseorang tidak lagi sesuai apa yang dikatakannya dengan apa yang ia perbuat, serta berjanji tetapi tidak ditepati, secara hakikat habislah nilai orang itu sebagai manusia. Orang seperti itu baik jiwa maupun tubuhnya sudah tidak punya “nilai” yang agung dan mulia. Kita perhatikan firman Allah yang artinya : Mereka punya hati tapi tidak berpikir Mereka punya mata tapi tidak melihat Mereka punya telinga tapi tidak mendengar Mereka seperti binatang Bahkan lebih sesat lagi Dengan demikian, hati yang tidak berpikir jernih, mata yang tidak nyalang melihat alam dan tanda-tanda zaman, dan telinga yang tidak mau mendengar suara kebenaran, menurut Allah setingkat dengan hewan atau binatang. Orang-orang yang seperti itulah yang hidupnya tidak punya kepentingan untuk meraih nilai, serta tidak akan bisa menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan yang menguntungkan masyarakat atau umat, karena kata-katanya tak lebih dari kepalsuan semata-mata. Kalimat-kalimat yang diucapkannya tak lebih dari kilah atau kelit yang tidak mengandung makna yang substansial. Sikap hidup yang seperti itu, dalam budaya apa pun tidak akan punya nilai. Maka kini ketemulah kita dengan karya-karya sastra yang dulu hidup di tengah-tengah alam pesantren. Bagaimana semangat menghargai hidup itu menjadi penting agar umur tidak sia-sia. Semangat untuk belajar sebagai tanda penghormatan terhadap hidup bisa kita temukan dalam puisi di bawah ini: Orang yang bodoh telah mati sebelum dikuburkan Tapi orang yang berilmu meskipun mati, sebenarnya tetap hidup Kesungguhan dalam menghadapi berbagai hal bisa dikembangkan dengan puisi Imam Syafi’i di bawah ini: Bersungguh-sungguh akan membuat perkara yang jauh jadi dekat Bersungguh-sungguh akan membuat pintu tertutup jadi terbuka Dalam puisi di atas, jelas tersurat dan tersirat pentingnya “vitalitas” sebagai penghargaan terhadap hidup. Dan betapa rendahnya martabat orang-orang yang malas belajar, bisa direnung dalam puisi di bawah ini: Bagi siapa yang melewatkan waktunya lalai belajar Angkatlah takbir empat kali sebagai salat (jenazah) untuk kematiannya Bagi para santri tidaklah asing spirit yang terdapat kalimat dibawah ini: Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kau akan hidup selamanya Dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan kau akan mati besok pagi Dari beberapa tukilan di atas, betapa dahsyat bahan renungan dari puisi-puisi yang dulunya sangat populer di pesantren, bahkan menjadi nyanyian jiwa, yang apabila diinterpretasi sampai ke lubuk jiwa, akan menjadi spirit untuk mengoptimalkan energi kehidupan untuk memacu vitalitas. Dengan percikan-percikan ilham yang menyala seperti itu semangat untuk hidup bermakna menjadi sangat penting. Yaitu menjadi manusia khalifah yang pantas menjadi penjaga dan perawat peradaban di dunia ini. Antara lain mewujudkan cita-cita mulia, dan kata-kata mutiara yang menjadi nilai dan karakter manusia yang membedakan dirinya dengan binatang, karena ilmu dan cita mulia yang tidak menjadi tindakan nyata sama dengan pohon yang tidak berbuah. Agama yang diterjemahkan penganutnya dengan bahasa perbuatan, akan membuat agama itu menjadi agama yang realistis dan membumi. Masyarakat akan banyak merasakan turunnya “rahmat” lewat penganut agama itu. Amal dan perbuatan adalah bahasa yang paling fasih. Nabi Muhammad bersabda, “Bahasa nyata dengan perbuatan itu lebih fasih dari bahasa yang diucapkan lidah.” Jika ada di antara kita menyeleweng dari nilai-nilai tersebut, berarti, ada pengkhianat di antara kita. Indahnya perbuatan daripada sekadar wacana perlu dibangun sebagai visi ke depan untuk membangun zaman baru, dan paradigma baru. Keindahan bisa tampil ketika seorang hamba Allah menghampar sajadah, lalu bersujud di tengah malam sunyi. Keindahan bisa tampak ketika seorang anak muda mencium tangan ayah-bundanya saat hendak berangkat merantau ke negeri orang. Keindahan bisa tampak ketika seorang perawat menyeka nanah pada luka seorang pasien. Keindahan menjadi nyata saat nelayan pulang dari laut membawa sekeranjang ikan. Keindahan mekar di dada seorang mahasiswa teknik yang merancang mesin pesawat supersonik yang hendak dipersembahkan kepada bangsanya. Keindahan hadir ketika seorang ilmuwan sedang bereksprimen menjilang beberapa jenis padi, agar menemukan padi formula baru untuk kemakmuran tanah airnya. Untuk itu, puisi-puisi yang baik, yang memberi spirit untuk hidup mulia harus tetap dibaca dan diapresiasi. Selain itu, puisi-puisi yang memihak kehidupan dan kebenaran harus tetap ditulis, sebagai upaya untuk menghormati kemanusiaan dan kehidupan. Menjelang abad ke-21 ada hal baru di beberapa pesantren di Indonesia, yaitu maraknya para santri menulis puisi. Jika nilai-nilai pesantren yang kental menyuarakan suara debur jantung keindonesiaan yang santun, tentu akan menjadi angin segar bagi perkembangan sastra dan budi luhur di Indonesia. Pesantren masa depan tentunya memerlukan ketajaman visi di dalam memandu dan memacu perubahan ke arah kehidupan yang lebih maju serta mulia. Sastra adalah salah satu jembatan untuk memandang ke depan. Imajinasi yang mekar berkembang akan mendobrak kebekuan berpikir. Dari sini, hidup yang indah bisa dibayangkan untuk dibantu dengan keringat kerja nyata.